Sumber : Detik Finance
Tim Production and Project Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ), yang terdiri dari Abdurrachman Jalaluddin, Nano Supriyatno, dan Priyo Jatmiko, kembali menghadirkan inovasi demi menjaga keandalan serta keselamatan operasi hulu migas.
Inovasi terbaru ini bertujuan untuk mengatasi tantangan tinggi dalam proses penggantian aktuator shut down valve (SDV) di Central Plant Flow Station (CP F/S), fasilitas pengumpulan dan pemrosesan akhir operasi PHE ONWJ yang terletak sekitar 36 kilometer dari pesisir Laut Jawa.
Tim Production and Project menciptakan metode baru penggantian aktuator dengan memanfaatkan alat bantu bernama NanoTek. SDV sendiri berfungsi sebagai perangkat pengaman pipa produksi dalam menghadapi kondisi anomali seperti tekanan yang melampaui batas operasi.
Sesuai prosedur perusahaan, penggantian aktuator selama ini dilakukan dengan memasang jalur tambahan untuk suplai SDV guna memastikan posisinya tetap terbuka. Namun, metode ini masih memiliki potensi risiko, terutama kebocoran pada jalur tambahan yang bisa menyebabkan kerugian hingga Rp 1,4 miliar jika aliran hidrokarbon tertunda.
Abdurrachman, yang akrab disapa Abe, menjelaskan bahwa risiko ini tidak hanya berdampak pada aspek finansial tetapi juga berpotensi membahayakan pekerja di sekitar SDV akibat tekanan udara tinggi yang terlibat dalam mekanisme kerja alat tersebut.
Penggunaan NanoTek diperkenalkan sebagai metode alternatif yang lebih aman, karena mampu menjaga posisi SDV tetap terbuka tanpa harus bergantung pada suplai udara bertekanan. Dengan demikian, risiko kebocoran dan kecelakaan akibat tekanan udara tinggi dapat diminimalisir. Selain itu, alat ini didesain agar mudah dipasang dan kompatibel dengan berbagai jenis aktuator SDV yang digunakan di industri hulu migas lainnya.
“Di Pertamina, kami selalu diajarkan untuk mengantisipasi skenario terburuk dan merancang langkah mitigasi agar potensi risiko dapat dicegah sebelum terjadi,” ujar Abe.
Pengembangan NanoTek melalui berbagai tahapan pengujian yang ketat, termasuk perancangan desain, simulasi mekanisme kerja, hingga persetujuan dari tim manajemen PHE ONWJ. Setelah disetujui, alat ini diproduksi dalam waktu delapan minggu, diuji di Laboratorium Center Material Processing and Failure Analysis Universitas Indonesia, serta melewati tahap pengujian yang disaksikan langsung oleh tim manajemen PHE ONWJ.
NanoTek pertama kali diterapkan pada 13 Desember 2023 dan telah dipresentasikan ke berbagai operator hulu migas lainnya seperti Saka Energi, Harbour Energy, dan Perusahaan Gas Negara (PGN). “Kami berharap inovasi ini dapat diterapkan lebih luas untuk membantu menekan risiko pekerjaan serupa di sektor hulu migas,” tambah Abe.
Sebagai informasi, PHE ONWJ merupakan salah satu pilar utama produksi migas domestik dan kontributor signifikan dalam penyediaan minyak mentah nasional. Sepanjang 2024, lapangan-lapangan lepas pantainya mampu memproduksi 25.269 barel minyak per hari (BOPD) serta 70,67 MMSCFD gas alam.
Baca Juga : Ingin Hilirisasi Tak Tergantung Asing, Bahlil Minta Bank Lokal Ikut Biayai
#nanotek #sdv #pertamina