Sumber : Detik Finance
Nilai Tukar Rupiah Menguat di Google Akibat Kesalahan Data, Dolar AS Diprediksi Kembali Tekan Rupiah Pekan Depan
Indeks nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tercatat menguat ke kisaran Rp 8.000-an pada Sabtu (1/2/2025). Namun, penguatan ini ternyata disebabkan oleh kesalahan data di Google Search yang memengaruhi informasi nilai tukar tersebut.
Diketahui, pencarian nilai tukar rupiah di Google pada Sabtu (1/2/2025) menunjukkan angka anjlok drastis ke Rp 8.170,65. Dalam keterangannya, Google menyebutkan bahwa data ini merujuk pada nilai tukar per 1 Februari 2009, bukan data terkini.
Sementara itu, pada pekan depan, Senin (3/2/2025), dolar AS diperkirakan akan kembali menguat dan menekan rupiah. Hal ini terjadi menyusul keputusan Presiden AS, Donald Trump, yang menetapkan kenaikan tarif impor terhadap produk dari Kanada, Meksiko, dan China.
Trump pada Sabtu (1/2/2025) menandatangani kebijakan kenaikan tarif sebesar 25% untuk barang impor dari Kanada dan Meksiko, serta 10% untuk produk asal China. Kebijakan ini mulai berlaku Selasa mendatang dan berpotensi memicu perang dagang baru, memperlambat pertumbuhan ekonomi global, serta meningkatkan inflasi.
“Akibat kenaikan tarif impor terhadap Meksiko, Kanada, dan China, dolar AS diperkirakan akan menguat kembali dan menekan rupiah, dengan proyeksi berada di kisaran Rp 16.250 hingga Rp 16.400,” ujar Analis Mata Uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, kepada detikcom, Minggu (2/2/2025).
Lukman menambahkan, seperti mata uang negara lainnya, rupiah akan tetap tertekan oleh penguatan dolar AS, seiring kuatnya data ekonomi AS dan menurunnya peluang pemangkasan suku bunga oleh The Fed.
Namun demikian, Lukman menilai revisi Peraturan Pemerintah (PP) tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari Sumber Daya Alam (SDA) yang mewajibkan repatriasi 100% dalam setahun dapat membantu menjaga stabilitas rupiah dan mengurangi volatilitas.
“Kebijakan tarif Trump yang berpotensi memicu perang dagang global masih menjadi faktor utama tekanan terhadap rupiah. Namun, revisi PP DHE 100% dalam satu tahun bisa membantu meredam pelemahan rupiah yang tajam, serta menghindari fluktuasi ekstrem,” jelasnya.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, mengatakan bahwa dampak kebijakan tarif Trump kemungkinan akan terasa dalam jangka panjang, terutama ketika inflasi meningkat dan arus investasi asing kembali ke AS.
“Mungkin dampaknya belum terasa sekarang, tapi harus diantisipasi dalam beberapa waktu ke depan, terutama pada semester kedua 2025,” kata Faisal kepada detikcom.
Faisal menambahkan, penguatan dolar AS terhadap rupiah merupakan imbas dari upaya Trump menarik investasi kembali ke AS, serta tekanan dari kenaikan tarif impor terhadap tiga mitra dagang utama AS, yang bisa berdampak negatif bagi rupiah dalam jangka panjang.
“Pada akhirnya, kebijakan ini akan memicu kenaikan inflasi dan suku bunga acuan The Fed. Ini tentu akan memengaruhi arus modal kembali ke Amerika, yang berarti penguatan dolar dan pelemahan mata uang negara lain, termasuk Indonesia,” ujarnya.
Meski demikian, Faisal meyakini Bank Indonesia (BI) telah menyiapkan langkah-langkah untuk menjaga stabilitas rupiah. Ia juga mencatat bahwa cadangan devisa Indonesia meningkat pada akhir 2024, yang dapat menjadi amunisi untuk stabilisasi mata uang.
BI melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Desember 2024 mencapai US$ 155,7 miliar, meningkat dari US$ 150,2 miliar pada akhir November 2024.
“Dengan kondisi cadangan devisa yang mencapai US$ 155 miliar, Bank Indonesia memiliki cukup amunisi untuk menjaga stabilitas rupiah,” tutup Faisal.
Baca Juga : IHSG Ditutup di Zona Merah di 7.030
#devisa #dollar #bankindonesia